Hukum Kontrak Prespektif Universalitas
Hukum kontrak merupakan bagian hukum privat yang pembentukan, pelaksanaan, dan akibat hukumnya berasal dari hubungan pihak-pihak yang didasarkan atas kesepakatan antar pihak dalam suatu transaksi sehingga menimbulkan perbuatan hukum. hukum kontrak di Indonesia secara jelas diatur dalam buku III KUHPerdata, yang keberadaan hukumnya didasarkan oleh perjanjian. Bahasan mengenai kontrak harus dilihat terlebih dahulu dalam konsep universalitas. Universalitas yang dimaksud adalah bentuk, prinsip, syarat, hubungan, dan pembatasan hukum kontrak di seluruh dunia.
Pertama, mengenai bentuk hukum kontrak.
aliran dalam pembentukan hukum kontrak yang dipahami oleh kalangan hukum pada umumnya ialah civil law system dan common law system. namun bila ditelusuri, bentuk hukum kontrak juga ada dalam socialist of law system dan syariah law system. namun secara dominasi hukum dunia dikenal dalam common law system dan civil law system, hal ini dikarenakan secara keseluruhan negara menganut kedua aliran ini. Kemudian secara Universalitas yang lebih luas, dalam pembentukan kontrak diatur dalam UPICC (Unidroit Principles of International Commercials Contracts) atau negara-negara mengenalnya sebagai dasar hukum kontrak internasional ( Indonesia merupakan salah satu pelopornya). tujuan ataupun fungsi dari dari UPICC ialah memberikan harmonisasi hukum dalam pembentukan kontrak yang melintasi batas negara. perlu dipahami bahwa UPICC ini bukanlah hukum substantif atau memberikan upaya represif dan preventif bagi pihak-pihak yang melaksanakan kontrak melainkan hanya sebagai hukum prosedural yang memberikan kesamaan hukum dalam pembentukan kontrak dan hubungan hukum tersebut diatur oleh para pihak-pihak, yang di mana diatur dalam choice of law (prinsip utama dalam pembentukan kontrak).Kemudian, di Uni Eropa telah melakukan agreement tersendiri dalam melakukan pembentukan kontrak tersebut, yaitu PECL ( Pricipal Europe Contract Law ) bertujuan menyaatukan persepsi dalam pembentukan kontrak bagi negara-negara UniEropa.
Kedua, mengenai prinsip hukum kontrak
prinsip hukum kontrak di setiap negara hampir memiliki kesamaan. kesamaan tersebut dilihat dari asas "Kebebasan Berkontrak " artinya pihak -pihak tidak memiliki kebebasan dalam melakukan kontrak tersebut asalkan tidak bertentangan dengan norma hukum yang berlaku. Prinsip ini digunakan hampir diseluruh negara baik itu di negara yang menganut civil law system, common law system, socialist law system, dan islamic law system. di Indonesia hukum kontrak juga menganut asas pacta sunt servanda yang memberikan kepastian hukum dan jaminan hukum dalam pembentukan kontrak tersebut. sedangkan perbedaan dapat dilihat dalam konsep "pemaknaan perjanjian" tersebut. Umumnya terjadi di Negara Civil Law System dan Common Law System. Pertama perlu dikaji bahwa Civil law system melihat kontrak adalah perjanjian yang terbagi dalam perjanjian timbal balik, perjanjian sepihak, dan perjanjian tidak bernama. Sedangkan dalam Negara Common Law System menyatakan perjanjian hanyalah perjanjian timbal balik yang merupakan kontrak sedangkan perjanjian sepihak merupakan council yang pembentukannya dibuat dalam akta misalnya hibah.
Kemudian, Bagaimana power of letter (surat kuasa) ? perlu dilihat bahwa surat kuasa di Indonesia terkadang mengalami polemik, yaitu apakah merupakan bagian dari perjanjian timbal balik atau perjanjian sepihak dikarenakan seringnya pemberi kuasa secara insidental mencabut kuasanya. Namun secara legalitas, surat kuasa merupakan perjanjian timbal balik karena dalam kontrak tersebut ada kesepakatan pihak-pihak baik dari pemberi kuasa maupun penerima kuasa.
Ketiga, mengenai syarat hukum kontrak
Syarat hukum kontrak atau dikenal dengan Consideration di Indonesia secara tegas diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, pertama adanya kesepakatan kedua belah pihak, kedua kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum, ketiga adanya objek, dan keempat adanya kausa yang halal. ini merupakan syarat mutlak dalam perjanjian (Karateristik negara civil law system) sedangkan common law system Consideration nya tidak diatur tegas seperti negara Civil Law System (Indonesia) adapun consideration tersebut adalah pertama adanya objek yang jelas, adanya kesepakatan, dan perjanjian timbal balik artinya antara debitur dan kreditur dalam kontrak harus memiliki hak dan kewajiban dalam klausul kontrak sehingga adanya rights of balance ( kesamaan kedudukan dalam kontrak tersebut.
Keempat, mengenai pembatasan hukum kontrak
Hukum Kontrak memiliki pembatasan tertentu, yaitu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku ketentuan tersebut berlaku diseluruh negara baik common law system, civil law system, socialist law system, dan islamic law system. Di Indonesia diatur tegas dalam pasal 1320 ayat (4) KUHPerdata (Kausa yang halal) sedangkan di Common law system diatur dalam Consideration Contoh : Di Indonesia (civil law) penjualan tanah beserta bangunan diatasnya dilakukan antara pihak-pihak dan telah disepakati bahwa dijual dibawah harga pasaran 70 Juta (Harga Pasar 150 Juta) kemudian dibenarkankah ? jawabannya tidak karena adanya kausa yang halal yaitu aturan agraria mengenai kisaran harga tanah dan bangunan dan autran pemda mengenai harga tanah dan bangunan, bagaimana dengan mobil dan motor bila dijual dibawah harga pasar ? boleh saja karena kausa yang halal yang mengaturnya tidak ada. kemudian bagaimana di negara Common Law System apakah dibenarkan melakukan kontrak dibawah harga pasaran ? boleh saja asalkan Considerarion nya terpenuhi.
Sekian dan Terimakasih Semoga Bermanfaat bagi Pembaca
Tidak ada komentar:
Posting Komentar