Selasa, 19 September 2023

ALTERNATIVE TO A FINE IN INDONESIA

My Principle: "Uphold the ultimum remedium principle if it can bring justice to the Victim and the Perpetrator."

Fines are one form of punishment for perpetrators of a criminal act. For further information about the forms of punishment for perpetrators of a criminal act, you can refer to Article 10 of the Criminal Code, which reads:

Punishments consist of:

a. Primary Punishments: Death Penalty, Imprisonment, Detention, Fine, and Probation;

b. Additional Punishments: Revocation of certain rights, confiscation of certain property, and judicial decision announcements;

From the above explanation, it is clear that a Fine is one of the primary punishments that can be imposed on a perpetrator of a criminal act.

The question arises when someone's status changes to that of a convict, and during their sentence, it turns out they cannot afford to pay the fine. How does the law and legal system respond?

To answer this question, we need to refer to the legal provisions in Article 30, Article 31, and Article 32 of the Criminal Code, which regulate the legal remedies that can be taken if a fine is not paid by the convict.

Article 30 of the Criminal Code briefly explains that if a convict is sentenced to pay a fine and the fine is not paid, it will be replaced by imprisonment, with a minimum imprisonment period of 1 (one) day and a maximum of 6 (six) months. Furthermore, the Criminal Code has a unique provision regarding the amount of the fine, which is very different from contemporary developments. There is no adjustment between the limit of the fine amount and the duration of imprisonment imposed on the perpetrator. For example:

If the fine is half a rupiah or less, it will be replaced by 1 (one) day of imprisonment. For fines greater than that, each half rupiah will be replaced by no more than one day of imprisonment, and for the remainder, if it is less than half a rupiah, it will also be one day of imprisonment. In addition, the maximum imprisonment period is 8 (eight) months, as the maximum fine is increased due to multiple offenses or other circumstances specified in Article 52.

It is different for the substitute for a fine in Narcotics Offenses, where the substitute punishment is imprisonment. This provision is regulated in Article 148 of Law No. 35 of 2009, which states:

"If the fine penalty as stipulated in this Law cannot be paid by perpetrators of Narcotics and Precursor Narcotics offenses, the perpetrators shall be sentenced to a maximum imprisonment of 2 (two) years as a substitute for the unpaid fine."

Based on the above explanation, it is clear that if a convict cannot pay the fine, they will be subject to a substitute fine in the form of imprisonment for a maximum of 2 (two) years.

PENGGANTI PIDANA DENDA

BAHASA INDONESIA

Asaku: "Tegakkan prinsip ultimum remedium jika itu dapat mewujudkan keadilan bagi Korban dan Pelaku"

Pidana Denda merupakan salah satu bentuk hukuman (pidana) terhadap pelaku suatu tindak pidana. Untuk informasi lebih lanjut tentang bentuk - bentuk hukuman (pidana)  maka dapat menulusurinya dalam Pasal 10 Kitab Undang - Undang Hukum Pidana, yang berbunyi:

Pidana terdiri atas:

a. Pidana Pokok: Pidana Mati, Pidana Penjara, Pidana Kurungan, Pidana Denda, dan Pidana tutupan;

b. Pidana tambahan: Pencabutan hak - hak tertentu, perampasan barang - barang tertentu, pengumuman putusan hakim;

Pada uraian tersebut, tampak jelas bahwa Pidana Denda merupakan salah satu bentuk pidana (hukuman) pokok yang dapat dijatuhkan kepada pelaku suatu tindak pidana.

Pertanyaannya adalah bagaimana undang - undang maupun pranata hukum merespon permasalahan tentang seseorang yang telah dijatuhi hukuman pidana denda namun dirinya tidak mampu untuk membayar jumlah denda yang telah ditetapkan tersebut ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu kiranya memperhatikan ketentuan hukum yang mengaturnya yakni termuat dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 Kitab Undang - Undang Hukum Pidana, yang mana, seluruh pasal tersebut mengatur tentang upaya hukum yang dapat dilakukan Pranata Hukum apabila Terpidana tidak ingin/ mampu membayar jumlah denda yang telah ditetapkan tersebut.

Pasal 30 KUHP secara ringkas menjelaskan bahwa jika terpidana dijatuhi hukuman denda, dan denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan hukuman kurungan, yangmana, lamanya hukuman kurungan tersebut paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 6 (enam) bulan. Selanjutnya, KUHP memiliki suatu keunikan yakni adanya pengaturan jumlah denda, yang sangat berbeda halnya, dengan perkembangan saat ini tidak ada penyesuaian antara batasan jumlah denda dengan jumlah kurungan yang diberikan kepada pelaku. Misalnya:

Apabila denda setengah rupiah atau kurang maka denda tersebut diganti pidana denda 1 (satu) hari , dan bagi denda lebih dari denda itu, maka bagi tiap – tiap setengah rupiah diganti tidak lebih daripada satu hari, dan bagi sisanya tidak cukup setengah rupiah lamanya pun satu hari, selain itu, maksimum kurungan dimungkinkan 8 (delapan) bulan, dikarenakan maksimum denda itu dinaikkaan, karena berapa kejahatan yang dilakukan, karena berulang melakukan kejahatan atau lantaran hal – hal yang ditentukan Pasal 52;

Berbeda halnya dengan pengganti pidana denda pada Tindak Pidana Narkotika, yang pidana penggantinya berupa pidana penjara. Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 148 Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009, menjelaskan:

“Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar.

Berdasarkan uraian pasal yang termuat dalam Undang Undang Narkotika tersebut jelas bahwa apabila Terpidana tidak mampu membayar pidana denda maka akan dikenakan pidana pengganti denda berupa pidana penjara maksimal selama 2 (dua) tahun;

Demikian, hasil penelitan normatif yang dapat disampaikan berkaitan dengan pidana pengganti denda di wilayah yuridiksi Negara Indonesia.